Minggu, 17 November 2019

Contoh Kualitatif dan Kuantitatif serta Jenis TKB Kelompok


·       CONTOH PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
oleh : Saliman (FPIPS IKIP Yogyakarta)


I.   JUDUL PENELITIAN

Kontribusi Dana IDT dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Sidomulyo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo.

II.  PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Pemikiran awal yang mendasari studi ini adalah sudah banyak Strategi Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan  dan mengurangi kesenjangan sosial, akan tetapi berbagai laporan menunjukkan kekurangberhasilan strategi tersebut. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada umumnya strategi tersebut sasarannya adalah pembangunan fisik sarana dan prasarana desa dengan tujuan membuka isolasi dan demi memacu mobilitas ekonomi suatu  kawasan,  sehingga yang dapat merasakan bantuan tersebut hanya sebagian kecil masyarakat saja. Sementara masyarakat kelas marjinal semakin jauh tertinggal.
Sebenarnya pembangunan desa dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, jikalau pembangunan tersebut memperhatikan potensi desa yang ada  dan  mendasarkan pada kebutuhan masyarakat desa. Akan lebih baik lagi kalau semuanya itu dilaksanakan secara terpadu (integral), seperti diungkapkan oleh Taliziduhu Ndraha sebagai berikut:
“... pembangunan desa meninggikan taraf penghidupan masyarakat desa dengan jalan melaksanakan pembangunan yang integral daripada masyarakat desa,  berdasarkan azas kekuatan sendiri daripada masyarakat desa serta azas permufakatan bersama antara anggota-anggota masyarakat desa dengan bimbingan serta bantuan alat-alat pemerintah yang bertindak sebagai suatu keseluruhan (kebulatan) dalam rangka kebijaksanaan umum yang sama” (1986:3).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat kita ketahui bahwa keberhasilan pembangunan desa tidak akan terlepas dari perhatian dan bantuan pemerintah. Sebenarnya perhatian pemerintah dalam pembangunan desa sampai saat ini boleh dikatakan sudah cukup besar. Penegasan pemerintah mengenai hal ini telah dituangkan dalam ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang  menyatakan:
Pembangunan desa dan masyarakat pedesaan terus didorong melalui peningkatan koordinasi dan peningkatan pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan penumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat sehingga mempercepat peningkatan perkembangan desa swadaya dan desa swakarsa menuju desa swasembada (1998:85-86).

Berbagai strategi pembangunan pedesaan telah ditempuh oleh Indonesia seiring dengan bergulirnya waktu, tetapi keterbelakangan, kemiskinan dan ketertinggalan masih menjadi teman setia dari sebagian desa di wilayah Indonesia. Melihat kenyataan ini maka pada awal PJP II, pemerintah menerapkan strategi pembangunan baru untuk mengatasi kondisi tersebut di atas. Strategi tersebut adalah “Strategi pertumbuhan dan sekaligus pemerataan dan penanggulangan kemiskinan” (growth-cum-poverty alleviation and social equity). Kebijaksanaan ini dilaksanakan dengan dua acuan yaitu: pertama, kebijaksanaan ekonomi makro yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, sebagai payung dari kebijaksanaan yang kedua, yaitu kebijaksanaan mikro yang akan mewujudkan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan  melalui intervensi langsung (direct attack) Moeljarto (1996:120)
Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut diberlakukan secara general pada setiap desa baik yang telah mencapai kategori desa maju maupun yang masih dalam kategori desa terbelakang. Namun ada kebijaksanaan yang benar-benar diberikan pada desa yang masuk pada kategori desa terbelakang, yang dalam hal ini diistilahkan sebagai “Desa Tertinggal”. Untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan pada desa-desa yang masuk kategori desa tertinggal, pemerintah telah memberikan bantuan yang cukup besar dalam paket program yang bernama “Inpres Desa Tertinggal” yang selanjutnya lebih dikenal dengan IDT. Paket tersebut berupa suntikan dana segar sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) setiap tahunnya untuk setiap desa selama empat kali,  yang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya pada aparat di tingkat desa dengan pengawasan langsung  dari  Camat setempat.
Dengan suntikan dana segar yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya pada manajemen desa tersebut, maka Kepala Desa beserta masyarakatnya akan lebih leluasa




dalam membangun desanya. Sehingga secara logika akselerasi pembangunan akan segera terwujud dan pada akhirnya akan mencapai kesejahtaraan seluruh warga desa. Hal ini berarti pemerataan hasil-hasil pembangunan sesuai dengan amanat GBHN 1998 akan segera terwujud.

B.   Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, selanjutnya rumusan masalah yang akan diteliti adalah:
1.    Adakah latar belakang budaya yang menyebabkan kemiskinan masyarakat ?
2.    Adakah latar belakang tipologi wilayah yang menyebabkan kemiskinan ?
3.    Mampukah bantuan dana IDT memberdayakan aktivitas ekonomi masyarakat miskin ?
4.    Bagaimana keberhasilan pembangunan pada desa setelah mendapatkan dana IDT ?
5.    Bagaimana model pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tersebut ?

C.   Tujuan Penelitian

1.    Untuk mengetahui kemungkinan adanya latar belakang budaya yang menyebabkan kemiskinan.
2.    Untuk mengetahui kemungkinan adanya latar belakang tipologi wilayah yang menyebabkan kemiskinan.
3.    Untuk mengetahui kontribusi dana IDT dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4.    Untuk mengetahui keberhasilan pembangunan desa setelah mendapat dana IDT.
5.    Untuk mencari suatu model pemberdayaan ekonomi masyarakat.

D.   Kegunaan Penelitian

1.   Bagi Pemerintah
Sebagai masukan bagi pemerintah baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat untuk mengevaluasi kebijaksanaannya, apakah perlu diteruskan atau diberhentikan sampai di sini.
2.   Bagi Peneliti
Untuk memperluas wawasan tentang strategi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial PPS IKIP Yogyakarta.
3.   Bagi IKIP Yogyakarta




Untuk menambah koleksi hasil-hasil penelitian, khususnya yang menyangkut kebijaksanaan Inpres Desa Tertinggal.

E.   Fokus Penelitian

Fokus awal penelitian ini sebagai jembatan peneliti menjaring data di lapangan adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana karakteristik dari wilayah desa Sidomulyo ?
2.    Bagaimana karakteristik masyarakat miskin desa Sidomulyo, terutama pola hidup dan aktivitas ekonominya ?
3.    Bagaimana pengorganisasian POKMAS IDT ?
4.    Bagaimana aktivitas ekonomi POKMAS IDT ?
5.    Bagaimana perkembangan modal POKMAS IDT ?
6.    Bagaimana perkembangan modal anggota POKMAS IDT ?
7.    Bagaimana peran pendamping desa IDT ?

III.  CARA PENELITIAN

A.   Subyek Penelitian.
Untuk menentukan subyek penelitian supaya dapat menjaring informasi yang memadai agar dapat menemukan suatu model pemberdayaan ekonomi masyarakat, maka semua informasi akan digali langsung dari anggota POKMAS IDT, dengan menggunakan metode Snow Balling. Dengan cara sebagai berikut: setelah syarat  administratif terpenuhi untuk melakukan penelitian, peneliti akan menghubungi kepala desa sebagai  key informant melalui dua orang guru SD setempat yang telah peneliti kenal baik sebelumnya sebagai guide person. Selanjutnya akan dihubungi perangkat desa yang mengetahui secara lengkap tentang pelaksanaan IDT, seterusnya para ketua RT yang warganya termasuk anggota POKMAS IDT dan akhirnya  POKMAS IDT beserta anggotanya. Perubahan selama ada di lapangan sangat dimungkinkan selaras dengan perkembangan permasalahan yang terjadi.

B.   Setting Penelitian

Untuk memudahkan memasuki setting penelitian, maka peneliti mula-mula akan berkenalan secara umum melalui forum rembug desa yang telah ada di  desa  tersebut melalui key informant. Selanjutnya  kepada calon subyek  penelitian  akan diadakan




pendekatan secara pribadi melalui Guide person. Setelah kehadiran peneliti dirasa telah diterima dengan baik,  barulah akan memulai mengumpulkan data yang  diperlukan,  tentunya dengan tetap membina hubungan baik yang telah terjalin.

C.   Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah: teknik utama digunakan indeph interview, sebagai pendukung digunakan observasi dan analisis dokumen.

D.   Analisis Data

Pola analisis data yang akan digunakan adalah etnografik, yaitu dari catatan lapangan (field note) kemudian akan dilakukan pengkodean, kategorisasi atau klasifikasi kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya  akan disusun tema-tema berdasarkan hasil  analisis data tersebut. Sebagai bahan pijakan sekaligus pisau analisis bila perlu digunakan teori-teori yang relevan dan hasil penelitian terdahulu yang mendukung.

E.   Keabsahan Data

Untuk menghindari kesalahan data yang akan di analisis, maka keabsahan data perlu diuji dengan beberapa cara sebagai berikut:
1.    Pengumpulan data secara terus menerus pada subyek penelitian yang sama.
2.    Triangulasi pada sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan, dan bila perlu
3.    Pengecekan oleh subyek penelitian. 

Daftar Pustaka

(tidak perlu)

sumber : http://staffnew.uny.ac.id/upload/132049942/penelitian/KUALITA1.pdf


·       CONTOH PROPOSAL USULAN PENELITIAN KUANTITATIF





Judul:


EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR SE KECAMATAN DEPOK

BAB I PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah


Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik, dengan adanya berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapainya, pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman
Berbagai upaya yang telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain: pembaharuan dalam kurikulum, pengembangan model Pembelajaran, perubahan sistem penilaian, dan lain sebagainya. Salah satu unsur yang sering dikaji dalam hubungannya dengan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah model yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Selama ini kegiatan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas berpusat kepada guru, sehingga siswa cenderung kurang aktif. Banyak cara yang dapat dilaksanakan agar siswa menjadi aktif, salah satunya yaitu dengan merubah paradigma pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat pembelajaran, melainkan sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswalah yang dituntut untuk aktif sehingga guru tidak merupakan peran utama pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga pada akhirnya dapat

meningkatkan    hasil    belajar    siswa.    Pemilihan     model    pembelajaran     harus    mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Kenyataan yang terjadi hingga saat ini, hasil belajar matematika siswa masih rendah, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun jenjang menengah. Rendahnya hasil belajar matematika siswa menurut hasil survei IMSTEP-JICA (Development of Science And Mathematics Teaching for Primary and Second Education in Indonesia (IMSTEP) – Japan International Cooperation Agency (JICA)) dikarenakan dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal. Dalam kegiatan pembelajaran, guru biasanya menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal latihan. Guru merupakan pusat kegiatan, sedangkan siswa selama kegiatan pembelajaran cenderung pasif. Siswa hanya mendengarkan, mencatat penjelasan, dan mengerjakan soal. Dengan demikian pengalaman belajar yang telah mereka miliki tidak berkembang.
Kesulitan pada matematika salah satunya disebabkan karena pembelajaran matematika kurang bermakna, siswa masih belum aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, sehingga pemahaman siswa tentang konsep matematika sangat lemah. Menurut Rahmah Johar (2003), hal ini terjadi karena pembelajaran matematika pada saat ini pada umumnya siswa menerima begitu saja apa yang disampaikan guru. Padahal pada umumnya siswa telah mengenal ide-ide matematika sejak dini. Siswa memiliki pengalaman belajar, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk berkembang. Dengan demikian, pembelajaran di sekolah akan lebih bermakna jika guru mengaitkan pengetahuan dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, diperoleh informasi bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Salah satu aspek materi pelajaran matematika di Kelas 2 Sekolah Dasar yang dianggap sulit oleh siswa adalah aspek

bilangan. Anggapan ini mengakibatkan beberapa siswa menjadi malas dalam belajar matematika, sehingga beberapa siswa masih enggan untuk ikut berperan aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu hal yang penting dalam pembelajaran. Selama ini model pembelajaran yang sebagian besar digunakan oleh guru di sekolah dalam mengajar adalah model pembelajaran langsung.
Pada pembelajaran dengan model pembelajaran langsung, guru merupakan subyek utama kegiatan pembelajaran. Guru dalam menyampaikan dan menyajikan bahan pelajaran disertai dengan macam-macam penggunaan metode pembelajaran lain, seperti diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan sebagainya. Guru menjelaskan materi yang diajarkan dengan mengunakan contoh, kemudian siswa diminta untuk menyebutkan kembali dan menerapkan ke soal yang lain yang sesuai dengan contoh tersebut, guru merupakan subyek utama dalam proses pembelajaran. Siswa selama kegiatan pembelajaran hanya mendengarkan semua hal yang dijelaskan oleh guru, mecatat materi yang telah diberikan, dan mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh guru. Sehingga selama pembelajaran siswa menerima suatu materi yang sudah jadi, siswa tidak ikut berfikir dan menggunakan pengalaman belajarnya. Di akhir pembelajaran, hasil kerja siswa sebatas mengenal operasi hitung bilangan dalam bentuk yang sudah jadi.
Ada beberapa siswa yang kurang antusias mengikuti pelajaran dikarenakan tidak adanya motivasi belajar dari diri mereka. Siswa tersebut masih pasif, enggan, takut, dan malu untuk bertanya. Mereka memilih untuk diam jika ada suatu hal yang belum mereka mengerti atau pahami dari pada harus bertanya kepada guru yang mengajar. Menurut seorang siswa, hal ini disebabkan karena mereka tidak berani bertanya kepada guru, takut salah dan lebih senang bertanya kepada teman. Keaktifan siswa untuk mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) masih kurang, beberapa siswa mengatakan alasan mereka tidak mengerjakan PR karena tidak bisa mengerjakan, lupa, malas, dan lain sebagainya. Keadaan tersebut, apabila didiamkan

akan menyebabkan siswa semakin mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami konsep-konsep berikutnya.
Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa, perlu dikembangkan suatu pembelajaran yang tepat, sehingga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertukar pendapat, bekerjasama dengan teman, berinteraksi dengan guru, menggunakan maupun mengingat kembali konsep yang dipelajari.
Mengingat pentingnya pelajaran matematika untuk pendidikan, guru diharapkan mampu merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa akan tertarik dengan matematika. Terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika antara lain model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran portofolio, model pembelajaran kooperatif, dan model pembelajaran penemuan.
Model pembelajaran tersebut melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Aktivitas belajar dirancang sedemikianrupa sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih santai, disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Melalui belajar kelompok diharapkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika mengalami peningkatan, sebab siswa bisa ikut berperan aktif dan dapat memperoleh informasi tambahan dari kelompoknya. Dengan demikian pembelajaran ini mampu meningkatkan pemahaman siswa tingkat Sekolah Dasar terhadap aspek materi bilangan. Pada kegiatan belajar, siswa diarahkan pada latihan menyelesaikan masalah dengan menyelesaikannya sendiri.
Dalam pembelajaran matematika, seringkali rendahnya motivasi belajar siswa disebabkan karena siswa memiliki beban belajar yang banyak. Tinggi rendanya motivasi belajar matematika siswa sering dikaitkan dengan keberhasilan atau kegagalan siswa dalam

berhasil. Siswa yang memiliki motivasi belajar matematika tinggi dan sedang selalu berusaha menyelesaikan tugas dengan baik, serta membandingkan hasilnya dengan orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar matematika siswa adalah karakteristik matapelajaran yang dipelajari. Dalam hal ini dapat diduga bahwa motivasi belajar siswa terhadap matematika merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar matematika siswa.
Terkait dengan hal di atas, peneliti mencoba untuk melakukan suatu eksperimentasi pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran yang melibatkan siswa aktif. Selain model pembelajaran, prestasi yang diperoleh siswa juga ditinjau dari motivasi belajarnya.


B.     Identifikasi Masalah


Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.          Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan motivasi siswa yang sangat rendah. Terkait dengan ini muncul pertanyaan apakah semakin tinggi motivasi siswa dalam belajar matematika, semakin tinggi pula hasil belajar matematikanya.
2.          Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan aktivitas belajar siswa. Terkait dengan ini muncul pertanyaan apakah semakin tinggi aktivitas siswa dalam belajar matematika, semakin tinggi pula hasil belajar matematikanya.
3.          Salah satu faktor yang mungkin juga menjadi penyebab rendahnya hasil matematika siswa adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Terkait dengan ini muncul pertanyaan apakah jika guru menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan, mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari- hari seperti model pembelajaran

berbasis masalah, portofolio, kooperatif maupun model pembelajaran yang lain, maka hasil matematika siswa akan lebih baik.

C.     Pemilihan Masalah


Dari indentifikasi masalah di atas, peneliti hanya akan memilih masalah nomor satu dan tiga, yaitu yang terkait dengan masalah motivasi belajar serta model pembelajaran matematika.


D.     Pembatasan Masalah


Agar penelitian dapat lebih terarah, maka permasalahan dibatasi pada eksperimentasi model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam pembelajaran matematika Tingkat Sekolah Dasar di Kecamatan Depok.
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil matematika antara siswa yang diberi perlakuan dengan menggunakan model model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran langsung, dengan demikian model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil matematika siswa. Begitu juga dengan motivasi siswa, peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil matematika siswa. Ditinjau dari tingkat motivasi, jika ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang mempunyai motivasi tinggi, sedang, dan rendah maka motivasi siswa juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Disamping itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah ada kekonsistenan antara model pembelajaran dan tingkat motivasi belajar matematika siswa terhadap hasil belajar matematika.


E.     Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung?
2.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, lebih baik dari pada siswa yang memiliki motivasi sedang maupun rendah?
3.       Apakah terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran dan tingkat motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa?


F.      Tujuan Penelitian


Sesuai dengan rumusan masalah yang diutarakan di atas, maka tujuan penelitian ini secara umum yaitu untuk mendapatkan informasi atau gambaran tentang keefektifan pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT).
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung.
2.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, lebih baik dari pada siswa yang memiliki motivasi sedang maupun rendah.
3.       Apakah terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran dan tingkat motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.


G.    Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai berikut:

1.       Dilihat dari segi teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran matematika. Adapun kegunaannya adalah
a.       Memberikan masukkan kepada guru di sekolah tempat penelitian ini yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran.
b.       Memberikan sumbangan penelitian dalam bidang pendidikan yang ada kaitannya dengan masalah upaya peningkatan proses pembelajran.


2.       Diihat dari segi praktis

Hasil-hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat dari segi praktis, yaitu:

a.       Memberikan informasi atau gambaran bagi calon guru dan guru matematika dalam menetukan alternatif model pembelajaran matematika
b.       Memberikan masukkan kepada guru matematika tentang berbagai kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)

BAB II


LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS



A.     Kajian Teori

1.  Pembelajaran Matematika

a.       Pengertian Matematika

Menurut Herman Hudojo (2003: 123) matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan- hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur-struktur serta hubungan- hubungan, tentu saja diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika itu.
James dan James (Suherman dkk, 2003: 18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, geometri. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.
Berikut ini beberapa definisi atau pengertian tentang matematika oleh beberapa pakar yang diungkapkan oleh Robert E. Reys (1998: 2):
1.       Matematika adalah studi atau kajian tentang pola dan hubungan.

2.       Matematika adalah suatu cara berpikir.

3.       Matematika adalah seni, digolongkan dengan tata urutan dan kejelasan di dalamnya.

4.       Matematika adalah suatu bahasa, menggunakan istilah dan simbol tertentu dengan hati- hati.
5.       Matematika adalah suatu alat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang berhubungan tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang abstrak serta hubungan di antara hal-hal tersebut.


b.      Matematika Sekolah


Menurut Erman Suherman dkk (2003: 55) matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (SLTA dan SMK). Matematika sekolah terdiri atas bagian- bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal uraian matematika lainnya. Belajar matematika bagi para siswa juga merupakan pembentuk pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan antara pengertian-pengertian. Dari ketiga fungsi tersebut, guru berperan sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di tingkat sekolah dasar maupun sekolah menengah. Dimana dalam belajar matematika, siswa dapat membentuk pola pikir dalam memahami suatu pengertian maupun penalaran tentang permasalahan matematika yang dihadapinya. Sedangkan guru merupakan fasilitator dan motivator mereka.


c.       Matematika Sekolah Dasar


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Bahan kajian inti matematika di Sekolah Dasar (SD) mencakup aritmatika (berhitung), pengantar aljabar, bilangan, Geometri dan pengukuran, dan Pengolahan data. Penekanan diberikan pada penguasaaan bilangan termasuk pada berhitung.
Salah satu unsur pokok dalam pengajaran matematika adalah matematika itu sendiri. Seorang guru matematika perlu mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkan, karena pelajaran matematika sangat perlu untuk dipahami dan diketahui oleh siswa sejak dini. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membuat siswa memahami dan mengetahui pelajaran matematika pada siswa adalah dengan mengajarkan obyek langsung pengajaran matematika pada siswa. Setiap objek langsung pengajaran matematika tersebut memiliki tingkat kesulitan yang menuntut kemampuan kognitif yang berbeda, maka

mengajarkan objek langsung dalam pembelajaran matematika memerlukan strategi mengajar tersendiri yang sesuai dengan objek langsung yang diajarkan. Hanya dengan memahami fakta, konsep, dan prinsip yang dipelajari maka siswa akan memiliki keterampilan operasional dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Dari beberapa peryataan di atas dapat disimpulkan dasar materi yang diberikan di tingkat sekolah dasar adalah materi bilangan, yang digunakan sebagai dasar untuk mempelajari materi pelajaran yang lain. Dalam pembelajarn digunakan sebagai bekal agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi sehingga di tingkat berikutnya tidak akan hilang, bahkan dapat berkembang.


d.      Proses Pembelajaran Matematika


Dalam kegiatan pembelajaran, terjadi proses belajar sekaligus proses mengajar. Dari proses belajar-mengajar ini akan diperoleh suatu hasil yang disebut hasil pembelajaran atau hasil belajar. Menurut Sardiman A.M (1992: 22), belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Belajar akan baik jika siswa mengalami atau melakukannya secara langsung. Dengan demikian belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.
Dalam konsep sosiologi dalam Erman Suherman (2003: 8), belajar merupakan jantungnya dari proses sosialisasi, sedangkan pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar sehingga setiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Sedangkan dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/ fasilitas, dan teman sesama siswa. Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional

antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Dengan demikian, pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan belajar-mengajar yang memberi suatu nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Dalam proses pembelajaran, selain kegiatan belajar ada kegiatan lain yaitu mengajar, dimana dapat dikatakan mengajar jika ada subyek yang diberi pelajaran (siswa) dan ada subyek yang mengajar yaitu pengajar atau guru.
Belajar bukan merupakan suatu tujuan, tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi merupakan suatu langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar tersebut, perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang kondusif. Masing-masing sistem lingkungan diperuntukkan tujuan- tujuan belajar yang berbeda. Dengan kata lain, untuk mencapai tujuan belajar tertentu harus diciptakan sistem lingkungan belajar yang tertentu pula.
Apabila terjadinya proses mengajar dan belajar matematika baik, maka hasil belajar siswa akan baik pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses mengajar dan belajar matematika adalah siswa, guru atau pendidik, sarana dan prasarana, serta penilaian. Keempat faktor tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Faktor –faktor terjadinya proses pembelajaran

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas siswa yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kebiasaan, ketrampilan, dan sikap yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan.



e.       Karakteristik Siswa Sekolah Dasar


Menurut Nasution dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002: 89) masa usia Sekolah Dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia empat tahun hingga kira- kira sebelas atau dua belas tahun. Para guru mengenal masa ini sebagai masa sekolah, yaitu masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah. Siswa berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi perkembangan aktivitas bermain hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri dan siswa sudah mengiginkan kecakapan–kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah.
Masa usia sekolah menurut Suryosubroto dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002: 90) sebagai masa intelektual bersekolah. Pada masa ini secara relatif anak-anak lebih mudah

dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini menurut Suryosubroto diperinci menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah sekolah dasar (6-9 tahun) dan masa kelas tinggi sekolah dasar (10-13 tahun).
Beberapa sifat khas anak pada masa kelas rendah sekolah dasar yaitu :

1)             Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan hasil sekolah.
2)             Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional
3)             Ada kecenderungan memuji sendiri

4)             Suka membanding-bandingkan dirinya dengan siswa lain kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan siswa lain
5)             Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal dianggapnya tidak penting

6)             Siswa menghendaki nilai raport yang baik, tanpa mengingat apakah hasilnya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Sedangkan sifat khas anak pada masa kelas tinggi sekolah dasar yaitu :

1)  Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, yang menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan praktis
2)  Amat kooperatif, ingin tahu, dan ingin belajar

3)  Menjelang akhir masa, telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus

4)  Sampai usia 11 siswa membutuhkan guru atau orang dewasa lainya

5)  Pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya

Melihat sifat-sifat khas tersebut, usia siswa antara 7 sampai 12 tahun oleh para ahli dimasukkan ke dalam tahap perkembangan intelektual. Dalam tahap ini, perkembangan intelektual siswa dimulai ketika sudah dapat berfikir atau mencapai hubungan antar kesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa yang dihubung-hubungkan secara logis.

Menurut Piaget yang dikutip C. Asri Budiningsih (2005: 36) proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu:
1)             Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)

Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan dilakukan langkah demi langkah.
2)             Tahap preoperasional ( umur 2 – 7 atau 8 tahun)

Ciri pokok perkembangannya adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
3)             Tahap operasional konkret ( umur 7 atau 8 tahun – 11 atau 12 tahun )

Ciri pokok perkembangannya adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.
4)             Tahap operasional (umur 11 atau 12 tahun – 18 tahun )

Ciri pokok perkembangannnya adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir .
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa masa intelektual siswa kelas dua Sekolah Dasar terletak pada masa kelas rendah sekolah dasar atau tahap operasional konkret, dimana siswa cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan yang ada, memuji sendiri, membanding-bandingkan dirinya dengan siswa lain, menghendaki nilai hasil belajar yang baik. Siswa telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya tercapai dengan memnafaatkan benda-benda yang bersifat konkret atau nyata.


2.   Pembelajaran Kooperatif


a.    Pengertian

Kerja kelompok merupakan salah satu strategi untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar, karena strategi ini banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja bersama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan. Diharapkan siswa semakin menyukai pelajaran matematika. Keaktifan siswa untuk bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan guru, serta menuliskan jawaban di papan tulis atas inisiatif sendiri, dan bekerja sama dalam kelompok diharapkan bertambah sehingga dapat meningkatkan keaktifan pembelajaran pada umumnya (Rachmadi Widdiharto, 2004: 14).
Pada pembelajaran matematika di kelas, belajar matematika dengan kerja kelompok merupakan kelompok kerja yang kooperatif lebih dari kompetitif, meskipun pada suatu keadaan khusus hal tersebut dapat terjadi. Pada kegiatan ini sekelompok siswa belajar dengan porsi utama adalah mendiskusikan tugas-tugas matematika yang diberikan gurunya, saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah (Al Krismanto, 2003: 14).
Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah teman dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut Arends(2004: 356), model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri:
b.       siswa bekerja dalam kelompok dengan bekerjasama untuk menyelesaikan materi belajar.

c.       kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan akademis tinggi, sedang dan rendah, serta berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d.       penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripara individu.

Menurut Moh Uzer Usman (2000: 103) dengan pengajaran kelompok kecil, memungkinkan siswa belajar lebih aktif, memberi rasa tanggung jawab yang lebih besar, berkembangnya dengan kreatif dan sifat kepemimpinan pada siswa, serta dapat memenuhi kebutuhan pada siswa secara optimal.

Menurut Robert E. Slavin (1991) yang dikutip oleh Rachmadi Widdiharto (2004: 15) belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok dan saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Lowe (1989) yang dikutip oleh Rachmadi Widdiharto (2004: 15) menyatakan bahwa belajar kooperatif secara nyata semakin meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Keduanya memberikan gambaran bahwa belajar kooperatif meningkatkan sikap sosial yang positif dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama dalam kelompok dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa belajar lebih aktif, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secrara optimal guna pencapaian tujuan belajar. Dalam hal ini siswa bekerjasama dan belajar dalam kelompok serta bertanggung jawab pula terhadap kegiatan belajar siswa lain dalam kelompoknya.


b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif


Menurut Arends (2004:356), model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.

b.       Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan akademis tinggi, sedang, dan rendah serta berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
c.       Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Robert E. Slavin (1995), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

a.       Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
b.       Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktifitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk mernghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c.       Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan model skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan hasil yang diperoleh siswa yang terdahulu. Setiap siswa baik yang berhasil rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya dengan menggunakan model skoring itu.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari tiga konsep yang utama yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan.


c.       Tujuan Pembelajaran Kooperatif


Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan

orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran koopertif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Robert E. Slavin,1995: 35).
Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000: 7), model pembelajaran kooperatif paling tidak mempunyai tiga tujuan penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan kooperatif. Tujuan pertama adalah meningkatkan hasil belajar akademik dimana siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas. Tujuan kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang pada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Tujuan ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan siswa  ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Ketrampilan ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, dimana mereka saling melakukan kerjasama dalam organisasi dan saling melakukan kerjasama satu sama lain kondisi kebudayaan yang beranekaragam.
Dari peryataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penerapan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan penting, yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman, pengembangan keterampilan kooperatif atau bekerjasama. Keberhasilan dari individu sangat ditentukan oleh keberhasilan kelompok.


d.      Langkah-langkah pembelajaran Kooperatif


Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000:10), langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase
Fase
Aktivitas Guru
1
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa.
2
Fase 2:
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3
Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompk-
kelompok belajar
Guru menjelasakan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi efisien.
4
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5
Fase 5: Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
6
Fase 6:
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya
atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.


Terdapat enam fase utama dalam pembelajaran kooperatif menurut Arends (1997) seperti dikutip www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf. Pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah dimana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dilanjutkan penghargaan terhadap kelompok dan usaha-usaha individu.

e.       Teams Games Tournaments (TGT)

Menurut Rachmadi Widdiharto (2004: 16) beberapa jenis kegiatan kelompok yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain sebagai berikut :
1)        Circle Learning/Learning Together (Belajar bersama)

2)        Investigation Group (Grup penyelidikan)

3)        Co-op co-op

4)        Jigsaw

5)        Numbered Heads Together (NHT)

6)        Student Teams-Achievment Division (STAD)

7)        Team Assited-Individualization atau Team Accelerated Instruction (TAI)

8)        Teams Games-Tournaments (TGT)

Tujuan dari penerapan model pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000: 7) paling tidak mempunyai tiga tujuan penting, yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman, pengembangan keterampilan kooperatif.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama dalam kelompok dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa belajar lebih aktif, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secrara optimal guna pencapaian tujuan belajar. Dalam hal ini siswa bekerjasama dan belajar dalam kelompok serta bertanggung jawab pula terhadap kegiatan belajar siswa lain dalam kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan/ reinforcement. TGT merupakan tipe

pembelajaran kooperatif yang menggabungkan kegiatan belajar kelompok dengan kompetisi kelompok.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada 5 komponen utama model pembelajaran dalam TGT, yaitu:

1)             Class-Presentation (Penyajian/presentasi kelas)

Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pembelajaran langsung, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game, karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2)             Team (Kelompok)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari hasil akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game dan turnamen. Pada tahap ini siswa belajar bersama dengan anggota kelompoknya untuk menyelesaikan tugas dan soal yang diberikan. Siswa diberikan kebebasan untuk belajar bersama dan saling membantu dengan teman dalam kelompok untuk mendalami materi pelajaran. Selama belajar kelompok, guru berperan sebagai fasilitator dengan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas, serta memandu berfungsinya kelompok belajar.
3)              Game (permainan)

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor yang memuat satu pertanyaan, kemudian kelompok yang berperan sebagai pemain mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Kelompok lain diperbolehkan merebut pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau jawabannya salah. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4)              Tournament (pertandingan/kompetisi)

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Siswa masing-masing kelompok dari tingkat akademik tertinggi sampai tingkat terendah dikelompokkan bersama siswa dari kelompok lain yang mempunyai tingkat akademik sama untuk membentuk satu kelompok turnamen yang homogen. Siswa dari masing-masing kelompok bertanding untuk menyumbangkan poin tertinggi bagi kelompoknya. Dalam turnamen ini, siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang atau rendah dapat menjadi siswa yang mendapat poin tertinggi dalam kelompok turnamennya. Poin dari perolehan setiap anggota kelompok diakumulasikan dalam poin kelompok.  Berikut  bagan pelaksaan turnamen dalam TGT:





Gambar 2. Bagan Penempatan peserta turnamen (Robert E. Slavin, 1995: 86)


5)              Team-recognize (penghargaan-kelompok)

Dalam pembelajaran kooperatif, penghargaan diberikan untuk kelompok bukan individu, sehingga keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap anggotanya. Penghargaan kelompok diberikan atas dasar rata-rata poin kelompok yang diperoleh dari game dan turnamen dengan kriteria yang telah ditentukan, sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Penghargaan Kelompok

Rata-rata poin kelompok
Penghargaan Kelompok
40
Kelompok Baik(Good Team)
45
Kelompok Hebat(Great Team)
50
Kelompok Super (Super Team)
Sumber: Robert E. Slavin (1995: 90)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan sesuai poin yang diperoleh.
Persiapan yang dilakukan dalam pembelajaran yaitu meliputi persiapan materi, penetapan siswa dalam tim, dan penetapan siswa dalam meja turnamen. Uraian dari masing- masing kegiatan adalah sebagai berikut:
1)             Persiapan materi

Materi pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam kelompok dan dalam turnamen. Bentuk rancangan tersebut dapat dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pembelajaran (RP), materi pengajaran, lembar kegiatan siswa (LKS), kelengkapan turnamen yang akan digunakan dalam turnamen akademik dan tes hasil belajar yang diujikan pada akhir pembelajaran selesai.
2)             Penetapan siswa dalam tim

Setiap tim beranggotakan 4 sampai 6 siswa yang terdiri dari siswa pandai, sedang, dan kurang. Petunjuk yang dapat digunakan untuk menetapkan anggota tim adalah sebagai berikut:
a)      Merangking siswa

Setelah daftar dalam kelas diperoleh dicari informasi tentang kemampuan siswa dari skor rata-rata nilai siswa pada tes-tes sebelumnya atau raport. Siswa diurutkan dengan ranking dari yang berkemampuan tinggi ke kemampuan rendah.
b)      Menentukan banyak tim

Masing-masing tim beranggotakan 4 sampai 6 siswa. Pedoman yang digunakan dalam menentukan banyaknya tim adalah memperhatikan banyaknya anggota setiap tim dan banyaknya siswa dalam kelas.
c)      Penyusunan anggota tim

Penyusunan anggota tim berdasarkan daftar siswa yang sudah diranking. Penyebaran siswa pada tiap-tiap tim juga memperhatikan jenis kelamin dan kinerja siswa. Dengan demikian keseimbangan antara tim dapat tercapai.
3)             Penetapan siswa dalam turnamen

Dalam satu meja turnamen terdiri dari 3 atau 4 siswa yang bermain atau berkompetisi dengan kemampuan seimbang atau setara sebagai wakil dari tim yang berbeda. Dalam menetapkan banyak anggota setiap meja turnamen sebaiknya memperhatikan banyaknya tim yang terbentuk.
Langkah –langkah dalam pembelajaran kooperatif TGT mengikuti siklus berikut:

1)             Pemberian materi pelajaran

Pada langkah ini diperlukan beberapa perangkat pembelajaran, yaitu materi pelajaran, dan Lembar Kerja Siswa.
Kegiatan pokok dalam langkah ini adalah mempresentasikan pelajaran di kelas dengan memberikan diskusi materi pelajaran. Presentasi pelajaran dibuka dengan memanfaatkan media belajar yang cocok dengan materi yang akan dipelajari. Guru menanyakan secara aktif konsep-konsep secara visual atau dengan memanipulasi contoh. Mengevaluasi pemahaman siswa dengan memberikan pertanyaan secara acak dan melanjutkan ke konsep berikutnya setelah siswa menangkap ide utama.
2)             Belajar kelompok

Pada langkah ini diperlukan beberapa perangkat pembelajaran yaitu buku paket siswa, lembar LKS
Selama belajar kelompok, siswa berada dalam tim, tugas anggota tim yaitu menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu tim untuk menguasai materi tersebut. Disamping itu, guru memberikan aturan dasar yang berkaitan dengan bagian bekerja sama dalam tim.

3)             Turnamen akademik

Dalam langkah ini diperlukan perangkat pembelajaran, yaitu lembar pertanyaan bernomor, lembar kunci jawaban bernomor, satu set kartu bernomor, lembar pencatat skor.
Kompetisi pada meja turnamen dari 3 atau 4 anggota tim yang berkemampuan seimbang. Nomor meja turnamen diganti dengan nama atau huruf agar siswa tidak tahu mana meja yang tinggi dan yang rendah. Bagan dari permainan dengan tiga orang dalam satu meja turnamen adalah sebagai berikut:


                             


Gambar. Bagan permainan dengan tiga orang pemain dalam satu meja


Jika setiap siswa telah menjawab, menantang atau lewat penantang sebelah kanan pembaca, memcocokan jawabn pada kunci yang sesuai dan mebaca dengan keras. Pemain yang menjawab benar dapat menyimpan kartu tersebut. Jika salah, maka

mendapat hukuman untuk mengembalikan kartu yang dimenangkan pada paknya. Jika tidak ada yang menjawab benar, maka kartu dikembalikan pada pak.
4)             Pemindahan

Untuk babak berikutnya semuanya pindah posisi ke kiri. Permainan berlangsung terus hingga waktu habis atau kartunya habis. Ketika permainan berakhir, pemain mencatat jumlah kartu yang dimenangkan pada lembar pencatat skor.


3.  Pembelajaran Langsung


a.       Pengertian

Model Pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oeh guru di sekolah. Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat ini di sekolah biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Didalam pembelajaran matematika di sekolah saat ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan sebagai aplikasi dari teori-teori yang sudah diberikan. Dengan kata lain sebagai penerapan dari teori yang diajarkan. Hal tersebut terlihat dari pemunculan soal cerita pada akhir pokok bahasan suatu topik.
Mengajar yang bersifat langsung lebih menekankan pada penyampaian pengetahuan kepada siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada guru. Selama kegiatan pembelajaran, guru cenderung lebih mendominasi kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi antar siswa. Kebanyakan aktivitas siswa hanya mendengarkan dan menulis. Hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru.
Disamping kelemahan, kelebihan yang dimiliki dari pembelajaran langsung adalah:

1)             Dapat menampung kelas yang besar, dan setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan penjelasan dari guru

2)             Kemampuan masing-masing siswa kurang mendapatkan perhatian sehingga isi dari silabus dapat mudah diselesaikan
3)             Bahan pelajaran dapat diberikan secara urut sesuai kurikulum.



b.      Langkah- langkah Pembelajaran Langsung


Dalam pembelajaran langsung langkah-langkah proses pembelajaran yang terjadi adalah sebagai berikut:
1)             Kegiatan yang dilakukan guru

a)      Menyampaikan tujuan pembelajaran

b)      Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan

c)      Membimbing mengerjakan latihan

d)      Mengecek pemahaman siswa dan pemberian umpan balik

e)      Memberi kesempatan siswa untuk berlatih lagi

2)             Tahapan kegiatan pembelajaran

a)      Kegiatan awal : guru menyampaikan apersepsi

b)      Tahap pengembangan : guru menjelaskan konsep, menyelesaikan contoh soal, siswa menyimak dan mencatat
c)      Tahap penerapan 1 : guru memberikan soal latihan dan membimbing siswa

d)      Tahap penerapan 2 : guru membahas soal latihan

e)      Kegiatan penutup : guru memberikan tugas pekerjaan rumah ( jika diperlukan)

Secara umum, tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Sintaks Pembelajaran Langsung

Fase
Aktivitas Guru
1
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi siswa akan pentingnya pelajaran,                            dan
mempersiapkan   siswa  untuk
belajar.
2
Fase 2:
Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
Mendemonstrasikan ketrampilan atau menyajikan
informasi tahap demi tahap
3
Fase 3:
Membimbing pelatihan
Guru     memberikan     latihan
terbimbing
4
Fase 4:
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik
5
Fase 5:
Memberikan latihan dan penerapan konsep
Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada
kehidupan sehari-hari.

4.  Motivasi


Pada dasarnya motivasi merupakan suatu kekuatan yang dapat mendorong seseorang melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdoroong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan. Motivasi belajar juga berarti sebagai keseluruhan daya penggerak, pendorong, dari dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang diwujudkan dalam bentuk adanya kebutuhan, dorongan dan usaha siswa dalam melakukan aktivitas guna mencapai tujuan.
Menurut Oemar Hamalik (2005: 158) ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau motivasi, yaitu (1) motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses akan membantu menjelaskan kelakuan yang diamati dan untuk memperkirakan kelakuan – kelakuan lain pada seseorang, (2) menentukan karakter dari proses dengan  melihat petunjuk-petunjuk dari tingkah laku.

Menurut Mc. Donald (dalam Oemar Hamalik, 2005: 158) motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Komponen utama motivasi ada tiga yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul apabila terjadi tidak seimbangnya antara yang dimiliki dengan yang diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pancapaian tujuan. Tujuan dalam hal ini adalah sebagai pemberi arahan pada perilaku manusia termasuk di dalamnya perilaku membaca pemahaman.
Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Fungsi motivasi meliputi:
a.       Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar.
b.       Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan
c.       Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan besar kecilnya hasil suatu pekerjaan.
Dalam kegiatan pembelajaran, menurut Oemar Hamalik (2005: 161) motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
a.       Motivasi menentukan tingkat keberhasilan perbuatan belajar murid. Tanpa adanya motivasi untuk belajar kiranya sulit untuk berhasil
b.       Pembelajaran yang bermotivasi pada hakekatnya adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada murid.

c.       Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru untu berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa.
d.       Berhasil atau gagalnya dalam menggunakan motivasi dalam pembelajaran erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin kelas.
e.       Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif.
Dilihat dari sifatnya, motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (J. Gino, dkk, 1996: 113). Motivasi instrinsik adalah tindakan yang digerakkan oleh suatu sebab yang datang dari dalam individu yang menjadi aktif karena dari dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motif intrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya. Siswa yang memiliki motivasi instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang  yang terdidik, yang berpengetahuan, atau ahli dalam bidang tertentu. Sedangkan motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada perangsang dari luar. Untuk itu motif ekstrinsik dikatakan sebagai bentuk motivasi, yang didalamnya ada aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak beraitan dengan kegiatan belajar itu sendiri.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdoroong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan. Motivasi terbagi menjadi motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik, motivasi instriksik datang dari dalam diri sendiri sedangkan motivasi ekstrinsik ada karena terdapat rangsangan dari luar.

5.  Hasil Belajar Siswa


Menurut Sri Rumini, dkk (1995: 61) hasil belajar siswa merupakan kapasitas manusia yang nampak dalam tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku siswa yang ditampilkan yang berkaitan dengan hasil belajar dengan memberikan gambaran yang lebih nyata, hal ini tentunya berkaitan dengan hasil dan proses belajar di sekolah. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2006: 22) hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
Menurut Bloom yang dikutip oleh Sri Rumini (1995: 47) hasil belajar siswa dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.        Mengetahui, yaitu mengenali kembali hal-hal umum dan khas, mengenali kembali model dan proses, mengenali kembali pula struktur dan perangkat
b.       Mengerti, dapat diartikan sebagai memahami

c.        Mengaplikasikan, merupakan kemampuan menggunakan abstraksi di dalam situasi-situasi konkrit
d.       Menganalisis, adalah menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur, bagian-bagian.

e.        Mensintesiskan, merupakan kemampuan untuk menyatakan unsur-unsur, bagian-bagian

f.        Mengevaluasi, merupakan kemampuan untuk menetapkan nilai, harga dari suatu bahan dan model komunikasi untuk tujuan-tujuan tertentu.
Faktor afektif (budi pekerti) secara garis besar meliputi: menerima, atau memperhatikan, merespon (mereaksi perangsang atau gejala tertentu), menghargai (bahwa suatu hal, gejala atau tingkah laku mempunyai harga atau nilai tertentu), mengorganisasikan nilai, dan bersifat. Sedangkan faktor psikomotor meliputi: mengindera, menyiagakan diri, bertindak secara terpimpin, bertindak secara mekanik, bertindak secara kompleks.

Menut Sri Rumini, dkk (1995: 61) hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari individu yang sedang belajar, dan faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor yang terdapat di dalam individu dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor psikis dan faktor fisik. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor yang berasal dari luar individu dan faktor yang berasal dari dalam individu. Salah satu faktor yang berasal dari luar individu adalah guru dalam mengelola pembelajaran di kelas seperti penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dibahas, serta dengan mempertimbangkan konsep perkembangan jiwa peserta didik.
Menurut Slameto (2001: 30), tes hasil belajar merupakan sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa. Hasil tes ini berupa data kuantitatif.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar siswa dapat ditampilkan dari tingkah laku dengan memberikan gambaran yang lebih nyata yang bertujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa. Hasil tes belajar siswa berupa data kuantitatif.


B.     Penelitian Yang Relevan


Beberpa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

a.  Hasil penelitian Gregoria Ariyanti (2007) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dan kreatif, kemampuan siswa dalam memahami soal. Terdapat pengaruh tingkat kemampuan awal siswa terhadap kemampuan siswa memecahkan masalah matematika dan terdapat interaksi pengaruh model pembelajaran kooperatif dan tingkat kemampuan awal siswa terhadap kemampuan siswa

memecahkan masalah matematika. Siswa dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) lebih mampu memecahkan masalah matematika.
b.  Hasil penelitian Yully (2008) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam mata diklat instalasi listrik penerangan menggunakan multimedia di SMK Negeri  3 Yogyakarta lebih efektif dari pada dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Hal tersebut dikarenakan dengan cara belajar kooperatif baik secara kelompok maupun individu, siswa termotivasi dan bekerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok.
Persamaan penelitian ini dengan kedua penelitian di atas, yaitu dalam proses pembelajaran di kelas model yang digunakan yaitu model kooperatif. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang pertama, yaitu variabel bebas yang lain yang berpengaruh yaitu kemampuan awal sedangkan dalam penelitian ini yaitu motivasi belajar matematika siswa. Perbedaan dengan penelitian yang kedua, yaitu tipe pembelajaran yang digunakan serta matapelajaran. Dalam penelitian Yully (2008) tipe pembelajaran yang digunakan yaitu STAD pada mata pelajaran elektronika tingkat SMK, sedangkan dalam penelitian ini yaitu tipe TGT pada matapelajaran matematika tingkat SD.


C.     Kerangka Berfikir


Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit. Penyebab sulitnya pelajaran matematika dapat dikarenakan oleh berbagai macam factor, diantaranya matematika merupakan suatu objek abstrak, cara mengajar guru, sajian buku yang kurang menarik maupun motivasi siswa yang rendah.
Pembelajaran dengan Model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) selama kegiatan pembelajaran siswa bekerja secara bersama-sama, sehingga terjadi suatu interaksi baik dengan siswa, guru maupun media belajar. Selama kegiatan belajar

berlangsung sebagian besar aktivitas yang ada di dalam kelas dilakukan oleh siswa, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa. Sehingga konsep materi ditanamkan sendiri oleh siswa selama memecahkan masalah yang dihadapinya. Sedangkan, pembelajaran dengan model pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di sekolah. Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat ini di sekolah biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Didalam pembelajaran matematika di sekolah saat ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan sebagai aplikasi dari teori-teori yang sudah diberikan. Mengajar yang bersifat pembelajaran langsung lebih menekankan pada penyampaian pengetahuan kepada siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada guru. Selama kegiatan pembelajaran, guru cenderung lebih mendominasi kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi antar siswa. Kebanyakan aktivitas siswa hanya mendengarkan dan menulis. Hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru.
Motivasi adalah perubahan pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Hasil yang akan diperoleh antar masing-masing individu sangat berbeda-beda, seseorang yang memiliki motivasi tinggi maka akan lebih gigih dalam mencapai tujuan yang diharapkan, dengan demikian hasil yang diperoleh akan lebih baik dibanding dengan seseorang yang motivasinya sedang maupun rendah. Demikian pula dengan orang yang memiliki motivasi sedang, maka hasil yang diperoleh akan lebih baik daripada orang yang motivasinya rendah.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT), siswa mencari pemecahan masalah dari seluruh masalah-masalah yang diberikan oleh guru dengan memanfaatkan media belajar yang ada. Oleh karena itu diperlukan suatu kreativitas, dan kemandirian dari siswa untuk belajar. Aktivitas yang dilakukan oleh siswa tidak seluruhnya sama. Dimungkinkan siswa yang memiliki motivasi

belajar tinggi dan sedang akan cenderung lebih aktif dibanding siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Sedangkan dengan model pembelajaran langsung siswa melakukan segala hal dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan perintah dari guru. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah melakukan kegiatan yang sama.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1.  Dalam pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) guru sebagai fasilitator bagi siswa. Sedangkan dalam pembelajaran pembelajaran langsung guru merupakan objek utama dalam pembelajaran, siswa berkecenderungan sebagai siswa yang pasif. Dengan demikian dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) siswa dituntut untuk lebih aktif dibandingkan pembelajaran pembelajaran langsung. Oleh karena itu hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif akan lebih baik.
2.  Motivasi belajar dari diri masing-masing siswa sangat berpengaruh terhadap intensitas siswa dalam belajar matematika. Siswa yang bermotivasi tinggi cenderung lebih semangat belajar bila dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah. Dengan demikian, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan memiliki hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang motivasi belajarnya sedang, maupun rendah.
3.  Siswa yang belajar dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) akan menjadi lebih kreatif dan lebih cerdas dibandingkan siswa dengan pembelajaran pembelajaran langsung. Akan tetapi motivasi belajar matematika juga berpengaruh ketika pembelajaran berlangsung. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan sedang akan lebih cepat beradaptasi dengan model pembelajaran yang baru, sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar matematika rendah sama saja diberikan pembelajaran dengan model seperti apapun.

Berdasarkan paparan di atas, maka model dalam pembelajaran motivasi belajar siswa dan serta interaksi keduanya berpengaruh terhadap tingkat hasil belajar siswa. Bahkan dapat dimungkinkan dengan model pembelajaran yang lama, siswa mendapatkan hasil yang lebih baik.
Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Text Box: Hasil Belajar
Text Box: Model pembelajaran

1. Kooperatif Tipe TGT
2. Langsung 
  
 
 
Tingkat Motivasi Belajar
1. Tinggi
2. Sedang
3. Renadah



D.     Hipotesis


Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung.
2.  Siswa yang memiliki motivasi belajar matematika tinggi memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar matematika sedang dan rendah, siswa yang memiliki motivasi belajar matematika sedang memiliki

hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa yang memiliki motivasi belajar matematika rendah.
3.  Siswa yang memiliki motivasi tinggi dan sedang lebih baik mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) daripada pembelajaran langsung, sedangkan siswa yang memiliki motivasi rendah sama saja dengan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi maupun sedang.

BAB III METODE PENELITIAN



A.     Tempat, Subyek, dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah Sekolah Dasar di kecamatan Depok, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas 2 semester ganjil tahun pelajaran 2008/ 2009.
Penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
1.      Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan meliputi penyusunan dan pengajuan proposal, mengajukan ijin penelitian, serta penyusunan instrumen dan perangkat penelitian. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2008
2.      Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti akan melaksanakan penelitian pada bulan Juli – Oktober 2008.

3.      Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini terdiri dari proses analisis data dan penyusunan laporan penelitian, yang dimulai bulan Oktober 2008.


B.     Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu karena peneliti tidak mungkin melakukan kontrol atau manipulasi pada semua variabel yang relevan kecuali, beberapa variabel yang diteliti. Menurut Budiyono (2003: 82) tujuan penelitian eksperimen semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan.

Pada penelitian ini eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuaan dalam model pembelajaran. Pada kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yaitu dalam proses pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT), sedangkan kepada kelompok pembanding diberikan pembelajaran secara pembelajaran langsung. Untuk variabel bebas yang lain yaitu motivasi siswa dalam belajar matematika, variabel ini dijadikan sebagai variabel yang ikut mempengaruhi variabel terikat. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial 2 x 3.
Tabel 4. Rancangan Penelitian

Model (Ai)
Tingkat Motivasi belajar(Bj)
Tinggi (b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3)
Model    kooperatif    tipe    Teams
Games Tournaments (TGT) (a1)
ab11
ab12
ab13
Model pembelajaran langsung (a2)
ab21
ab22
ab23



C.     Populasi, Sampel dan Sampling


Pada penelitian ini mengambil populasi siswa kelas 2 Sekolah Dasar se Kecamatan Depok. Di Kecamatan ini terdapat 52 sekolah dasar baik sekolah negeri maupun swasta. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan cara memilih satu Sekolah Dasar sebagai kelompok eksperimen dan satu Sekolah Dasar sebagai kelompok kontrol.
Adapun langkah dalam pengambilan sampel yaitu dengan stratified cluster random sampling. Tahapan yang dilakukan dalam pengambilan sampel yaitu dari seluruh Sekolah Dasar yang ada di kecamatan Depok terlebih dahulu dikelompokkan menjadi tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan tersebut berdasarkan nilai rata-rata hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) mata pelajaran matematika. Dari ketiga

kelompok, masing-masing kelompok dipiih secara acak dua sekolah yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian. Satu sekolah sebagai kelompok eksperimen dan satu sekolah sebagai kelompok kontrol. Sehingga diperoleh tiga kelas kontrol dan tiga kelas eksperimen.


D.     Teknik Pengumpulan Data


1.      Variabel Penelitian

a.       Variabel Bebas

i.       Model Pembelajaran

1)                 Definisi operasional: model pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Terdiri dari model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) untuk kelompok eksperimen dan model pembelajaran langsung untuk kelompok kontrol.
2)             Indikator: penerapan dua model pembelajaran yang berbeda pada dua kelompok

3)             Skala pengukuran : skala nominal

4)             Symbol : ai dengan i = 1, 2


ii.      Motivasi

1)             Definisi operasional: Motivasi belajar adalah daya penggerak di dalam atau di luar diri siswa yang dapat menimbulkan aktivitas atau kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2)             Indikator: jumlah skor dari angket motivasi belajar matematika

3)             Skala pengukuran: skala ordinal yang terdiri dari 3 kategori yaitu kelompok tinggi (lebih dari             ), sedang (antara              )  sampai             ) ), dan rendah
(kurang dari              ).

4)             Symbol : bj dengan j = 1, 2, 3

b.      Variabel Terikat

a)      Definisi operasional: Hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai atau yang dapat dikerjakan setelah siswa belajar, yang diperolehnya dengan beberapa usaha yang berupa latihan maupun pengalaman.
b)      Indikator: nilai tes diakhir pembelajaran

c)      Skala pengukuran : skala interval

d)      Symbol : Y



2.      Metode Pengumpulan Data


Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara mengukur variabel penelitian dan alat pengumpulan data. Untuk mengukur variabel diperlukan instrumen penelitian dan instrumen ini berfungsi untuk digunakan mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini ada tiga macam, yaitu:
a.       Metode Angket

Metode angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Pada penelitian ini model angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi belajar siswa. Adapun prosedur pemberian skor untuk menjawab angket yang diberikan kepada responden yaitu untuk butir soal yang merupakan pertanyaan atau pernyataan positif, siswa yang memberikan pernyataan setuju diberi skor 3, netral diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 1, dan jika tidak memberikan pernyataan diberi skor 0. Sedangkan untuk butir soal yang negative, siswa yang memberikan pernyataan setuju diberi skor 1, netral diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3, dan jika tidak memberikan pernyataan diberi skor 0. Jumlah butir angket yang diujicobakan

sebanyak 41 butir, sedangkan yang dipergunakan untuk mengetahui motivasi siswa sebanyak yaitu 25 butir.
b.      Metode Tes

Metode tes merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah item pertanyaan mengenai materi yang telah diberikan kepada subjek penelitian. Pada penelitian ini model tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hasil belajar siswa. Tes dalam penelitian ini berbentuk tes tertulis dengan bentuk pilihan ganda yang memuat beberapa pertanyaan soal matematika. Jika siswa menjawab benar diberi nilai 1, dan jika salah atau tidak menjawab diberi nilai 0. Jumlah butir tes yang diujicobakab sebanyak 35 soal, sedangkan yang dipergunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa yaitu sebanyak 25 butir soal.
c.       Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mengambil dari dokumen-dokumen yang telah ada. Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dan kemampuan siswa selama proses pembelajaran penelitian dilakukan. Data yang diperoleh digunakan untuk menguji keseimbangan.


3.      Pengembangan Instrumen


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Angket untuk memperoleh data tentang motivasi belajar matematika siswa, dan Tes digunakan untu memperoleh data tentang hasil belajar siswa. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu diadakan ujicoba. Ujicoba instrumen digunakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Setelah dilakukan ujicoba, kemudian dilakukan analisis butir soal dan analisis instrument tes dan angket.
a.       Angket

i.      Tujuan: untuk mengetahui motivasi belajar siswa

ii.       Langkah-langkah penyusunan angket:

1)             Menjabarkan komponen – komponen motivasi belajar ke dalam Indikator.

2)             Menyusun kisi-kisi pembuatan instrumen motivasi belajar matematika

3)             Menjabarkan Indikator ke dalam butir angket

4)             Memberikan skor pada setiap butir

5)             Uji coba instrumen

Setelah dilakukan uji cobakan, butir yang tidak baik tidak digunakan dalam angket ini. Untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu butir angket, dilakukan validitas isi, uji konsistensi internal dan uji reliabilitas.
a)      Validitas Isi

Suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representative dari keseluruhan isi hal yang akan diukur.
Menurut Budiyono (2003:59), untuk menilai apakah instrumen mempunyai validitas tinggi, biasanya dilakukan melalui expert judgment. Jadi untuk melihat apakah suatu angket dapat dikatakan valid, maka penilaian dilakukan oleh pakar. Dalam penyusunan dan pengembangan instrumen baik angket maupun tes, pengujian validitas suatu instrumen dalam menjalankan fungsi ukurnya seringkali dapat dilakukan dengan melihat sejauh mana kesesuaian antara hasil ukur instrumen tersebut dengan hasil instrumen lain yang telah teruji
kualitasnya.

Dalam hal ini para pakar atau penilai instrumen, menilai apakah kisi-kisi yang dibuat telah menunjukkan klasifikasi kisi-kisi telah mewakili isi yang akan

diukur. Apakah masing-masing butir yang telah tersusun cocok dengan kisi-kisi yang telah ditentukan.
b)      Uji Konsistensi Internal

Uji konsistensi internal digunakan untuk menguji apakah butir instrumen konsisten atau tidak. Dalam penelitin ini untuk menguji konsistensi internal butir angket tentang motivasi siswa menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson, sebagai berikut:




Dengan :

rxy = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen) X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)
Y = skor total (dari subjek uji coba)

( Budiyono, 2003:65 ) Dalam penelitian ini, untuk butir yang indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 maka butir tersebut tidak dipakai
c)      Uji Reliabilitas Angket

Suatu instrumen dikatakan reliable apabila hasil pengukuran dengan alat tersebut adalah sama jika sekiranya pengukuran tersebut dilakukan pada orang yang sama pada waktu yang berlainan atau pada kelompok orang yang berlainan pada waktu yang sama.
Skor dalam angket adalah 0 sampai 3 maka untuk uji reliabilitas digunakan rumus alpha, sebagai berikut:


dengan:


keputusan uji :

hasil item angket tersebut reliabel apabila besarnya indeks reliabilitas yang diperoleh telah melebihi nilai 0,70.
( Budiyono, 2003: 70 ) Dalam penelitian ini, angket dipakai jika indeks reliabilitasnya melebihi 0,7.
b.      Tes

i.      Tujuan : untuk mengukur hasil belajar matematika siswa

ii.       Penyusunan tes hasil belajar matematika siswa dilakukan oleh peneliti dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Tes yang digunakan yaitu dalam bentuk tes pilihan ganda.
iii.       Langkah-langkah membuat tes, yaitu:

1)             Membuat kisi-kisi soal tes

2)             Menyusun soal tes

3)             Mengadakan uji coba

4)             Menganalisis hasil uji coba

iv.      Uji Validitas Isi

Untuk instrumen ini, supaya tes mempunyai validitas isi harus diperhatikan hal-hal berikut:
1)             Tes harus dapat mengukur sampai berapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan
2)             Penekanan materi yang akan diujikan seimbang dengan penekanan materi yang diajarkan
3)             Materi pelajaran untuk menjawab soal-soal ujian sudah dipelajari dan dapat dipahami oleh tester
(Budiyono, 2003:58) Untuk menilai apakah instrumen tes mempunyai validitas isi, biasanya penilaian dilakukan oleh pakar atau validator.
v.       Daya Pembeda


Daya beda soal digunakan untuk mengetahui apakah soal tersebut sebagai instrumen mampu membedakan hasil belajar antara kelompok tinggi dan kelompok rendah. Dalam menentukan daya pembeda soal peserta tes diambil 27% sebagai kelompok tinggi, dan 27% sebagai kelompok rendah, kemudian dibandingkan respon yang benar. Untuk menghitung daya pembeda menggunakan rumus:

Dengan :

D : daya beda

Ba : 27% respon kelompok tinggi yang menjawab benar Bb : 27% respon kelompok rendah yang menjawab benar N : jumlah kelompok pandai dan kelompok rendah
Dalam penelitian ini soal tes dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik jika 0,7≥ D ≥ 0,4

(Suharsimi Arikunto, 2002: 218)

vi.      Tingkat Kesukaran

Sebuah soal yang baik yaitu soal yang dikerjakan siswa tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah. Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus:


Dengan:

P : indeks kesukaran

B : banyak peserta tes yang member respons benar T : jumlah seluruh peserta tes.
Dalam penelitian ini soal tes dikatakan baik atau memadai jika 0,3 ≤ P ≤ 0,7

(Suharsimi Arikunto, 2002: 210)

vii.       Konsistensi Internal Butir Tes

Uji konsistensi internal digunakan untuk menguji apakah instrumen konsisten atau tidak. Ini berarti bahwa harus ada korelasi positif antara skor masing-masing butir. Oleh karena itu, konsistensi internal masing-masing butir dilihat dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Dalam penelitian ini untuk menguji konsistensi internal butir tes hasil belajar siswa menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson, sebagai berikut:



Dengan :

rxy = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)

X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba) Y = skor total (dari subjek uji coba)
( Budiyono, 2003:65 )

Butir soal memenuhi konsistensi internal apabila rxy ≥ 0,3.

viii.       Uji Reliabilitas Tes

Untuk mengetahui suatu tes reliable atau tidak, sebagai alat ukur yang menggambarkan ketepatan peserta tes dalam menjawab soal maka reliabilitas soal harus baik. Untuk menentukan besarnya indeks reliabilitas pada tes, digunakan formula Kuder- Richardson- 20 (KR-20), sebagai berikut:

Dengan :

r11          = indeks reliabilitas instrumen n      = banyak butir dalam tes
st2           = varians total skor tes
pi  = proporsi subjek  yang mendapat angka 1 pada suatu butir,  yaitu banyaknya   subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya seluruh subjek yang menjawab butir tersebut.
qi            = 1- pi

Instrumen dikatakan reliable jika besarnya indeks reliabilitas yang diperoleh yaitu r11 > 0,70.
(Budiyono, 2003: 69 ) Dalam penelitian ini, jika indeks reliabilitasnya kurang dari 0,70 maka butir tersebut tidak dipakai.

E.     Teknik Analisis Data


Analisis data penelitian merupakan langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, analisis data yang benar dan tepat akan menghasilkan kesimpulan yang benar. Analisis data yang dilakukan yaitu:


1.      Uji Keseimbangan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) dalam keadaan seimbang atau tidak. Statistik uji yang digunakan dalam uji keseimbangan adalah uji-t, yaitu:
a.       Hipotesis

Ho: µ1 = µ2 (kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama ) H1: µ1 µ2 (kelompok mempunyai kemampuan awal yang berbeda )
b.      Tingkat signifikansi: α = 0,05

c.       Statistik Uji




Dengan :

t      = harga statistik yang di uji t

X 1 = rata-rata kelompok eksperimen

X 2 = rata- rata kelompok kontrol

n1 = jumlah anggota kelompok ekperimen n2 = jumlah anggota kelompok kontrol
s12 = variansi kelompok eksperimen s22 = variansi kelompok kontrol

sp = variansi gabungan

= 0 (sebab tidak membicarakan selisih rataan)


d.      Daerah Kritik



e.       Keputusan Uji: Ho ditolak jika t DK

( Budiyono, 2004: 157 )

2.      Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat yang dipakai daam peneitian ini adalah uji normalitas, dan uji homogenitas.
a.       Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel peneitian ini berasal dari popuasi yang normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan model liliefors dengan prosedur sebagai berikut:
1.      Hipotesis

Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2.      Tingkat Signifikansi: α = 5%

3.      Statistik Uji

L = maks | F (zi) – S(zi)|


dengan s adalah standar deviasi


Dengan:

L          = Koefisien lillefors dari pengamatan zi      = Skor standar

F(zi)     = P(Z zi) dengan Z ~ N (0, 1)
S( zi)    = Proporsi cacah z zi terhadap seluruh zi
4.      Daerah Kritik

DK = { L| L > Lα,n } dengan n adalah ukuran sampel

5.      Keputusan Uji

Ho ditolak jika L DK

( Budiyono, 2004 : 170 )

b.      Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel-sampel tersebut berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Dalam bahasa statistik, uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak.
Dalam penelitian ini uji homogenitas yang digunakan adalah uji Bartlet dengan prosdur sebagai berikut:
1.      Hipotesis


1
 

2
 
Ho : =   =….= 
 (Populasi yang homogen)

H1 : ada dua variansi yang tidak sama (Populasi yang tidak homogen)

2.      Tingkat Signifikansi: α = 5%


3.      Statistik Uji




Keterangan:

k = banyaknya sampel, k = 2, 3

f = derajat kebebasan untuk RKG = N-k

f j derajat kebebasan untuk sj2 = nj -1 ; j = 1, 2, ..., k

N = banyaknya seluruh nilai ( ukuran )

nj = banyaknya nilai (ukuran ) sampel ke – j = ukuran sampel ke – j



4.      Daerah Kritik

dilihat pada tabel nilai chi kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).


5.      Keputusan Uji

Ho ditolak jika harga statistik2 , yakni2 hitung > 2 α,k-1. berarti variansi dari


populasi tidak homogen.                                                  (Budiyono: 2004: 176)

3.      Uji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan model sebagai berikut:
X ijki j ij ijk




Dengan :

Xijk        = data amatan ke-k pada baris ke – i dan kolom ke – j

µ           = rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean)

αi           = efek baris ke-i pada variabel terikat, dengan i= 1, 2

βj           = efek kolom ke-j pada variabel terikat, dengan j = 1, 2, 3

αβij        = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat

εijk = deviasi amatan terhadap rataan populasinya (µij) yang berdistribusi normal dengan rataan 0, deviasi amatan terhadap rataan populasi juga disebut error (galat)
i=  1,  2     yaitu     1 = pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)
2 = pembelajaran dengan model pembelajaran langsung j = 1, 2, 3 yaitu 1 = motivasi belajar tinggi
2 = motivasi belajar sedang 3 = motivasi belajar rendah
(Budiyono, 2004: 225)

Prosedur dalam pengujian menggunakan analisis variansi dua jalan, yaitu

i.        Hipotesis

a)  H0A: αi = 0 untuk i = 1, 2 (tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat )
H1A: αi ≠ 0 paling sedikit ada satu harga i (ada perbedaan efek antar baris

terhadap variabel terikat )

b)  H0B: αj = 0 untuk j = 1, 2, 3 (tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat )
H1B: αj ≠ 0 paling sedikit ada satu harga j (ada perbedaan efek antar kolom

terhadap variabel terikat )

c)  H0AB: αβij = 0 untuk semua pasang (ij) dengan i = 1, 2 dan j = 1, 2,3 (tidak ada interaksi baris dan antar kolom terhadap variabel terikat) H1AB: paling sedikit ada satu pasang (ij)
(ada interaksi baris dan antar kolom terhadap variabel terikat )

ii.      Komputasi

a)  Notasi dan Tata letak

Bentuk table analisis variansi berupa bentuk baris dan kolom. Adapun bentuk tabelnya sebagai berikut:
B
A
Motivasi siswa
Tinggi
(b1)
Sedang
(b2)
Rendah
(b3)







Model pembelajaran



Kooperatif (a1)
n11
X11k k

X 11
X 11k
2

k
C11 SS11
n12
X12k k

X 12
X 12k
2

k
C12 SS12
n13
X13k k
X 13
X 13k
2

k
C13 SS13

Pembelajaran langsung
(a2)
n21
X 22k k

X 21
X 221k k
C21 SS21
n22
X 22k k

X 22
X 222k k
C22 SS22
n23
X 23k k

X 23
X 223k k
C23 SS23
Dengan:

A         = model pembelajaran B      = motivasi belajar
A1       = pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)
A2        = pembelajaran matematika dengan model pembelajaran langsung B1      = motivasi belajar tinggi
B2        = motivasi belajar sedang B3            = motivasi belajar rendah
ABij     = hasil tes hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran matematika dengan model i dengan motivasi j


i           = 1, 2

j           = 1, 2, 3

Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ini didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut:
nij         = banyaknya data amatan pada sel ij



b)  Komponen Jumlah Kuadrat

Didefinisikan besar-besaran (1), (2), (3), (4), dan (5) sebagai berikut:


Selanjutnya didefinisikan beberapa jumlah kuadrat yaitu:


JKA     = nh{ (3)  (1) }

JKB     = nh{ (4)  (1) }


JKAB = nh{ (1) + (5)  (3)  (4) }

JKG     = (2)

JKT      = JKA + JKB + JKAB + JKG

c) Derajat Kebebasan (dk)

Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah: dkA     = p  1
dkB     = q  1

dkAB = ( p  1 ) ( q  1 ) dkT        = N  1
dkG     = N  pq

d) Rataan Kuadrat (RK)

Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing, diperoleh rataan kuadrat berikut:


iii.    Statistik Uji

a)  Untuk H0A adalah Fa =


RKA yang merupakan nilai dari variabel random yang
RKG


berdistribusi F dengan derajat kebebasan p – 1 dan N – pq;
b)  Untuk H0B adalah Fb = RKB yang merupakan nilai dari variabel random yang
RKG

berdistribusi F dengan derajat kebebasan q – 1 dan N – pq;

c)  Untuk H0AB adalah Fab = RKAB yang merupakan nilai dari variabel random
RKG

yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p – 1) (q – 1) dan N – pq.
iv.    Daerah Kritik

Untuk masing-masing nilai F, daerah kritiknya sebagai berikut:

a)  Untuk Fa adalah DK = { Fa | Fa > Fα;p-1;N-pq }

b)  Untuk Fb adalah DK = { Fb | Fb > Fα;q-1;N-pq }

c)  Untuk Fab adalah DK = { Fab | Fab > Fα;(p-1)(q-1);N-pq }

v.    Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Tabel.Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber
JK
Dk
RK
Fobs
F
Baris (A) Kolom(B) Interaksi (AB) Galat
JKA JKB JKAB JKG
p-1
q-1
(p-1)(q-1)
N-pq
RKA RKB RKAB RKG
Fa Fb Fab
-
F * F * F *
-
Total
JKT
N-1
-
-
-
Keterangan: F * adalah nilai F yang diperoleh dari tabel

vi.    Keputusan Uji:

a)  H0A ditolak jika Fa DK
b)  H0B ditolak jika Fb DK
c)  H0AB ditolak jika Fab DK                                               (Budiyono,2004:213)

4.      Uji Komparasi Ganda dengan Metode Scheffe

Metode scheffe digunakan sebagai tindak lanjut dari analisis variansi dua jalan. Untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan baris, kolom, dan sel diadakan uji komparasi ganda dengan menggunakan model scheffe.


Langkah-langkah dalam menggunakan metode ini adalah:

a.    Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata

b.    Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.

c.    Menentukan tingkat signifikansi

d.    Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut:

i.       Komparasi Rataan antar Kolom

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar kolom adalah:


Dengan:

F.i-.j = nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j

X.i     = rataan pada kolom ke-i

X.j     = rataan pada kolom ke-j

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi

n.i         = ukuran sampel kolom ke-i

n.j         = ukuran sampel kolom ke-j

ii.       Komparasi Rataan antar Sel pada Kolom yang Sama

Uji Scheffe untuk komparasi antar sel pada baris yang sama adalah:


Dengan:

Fij-kj = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj

Xij  = rataan pada sel ij

Xkj  = rataan pada se kj

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi nij    = ukuran sel ij
nkj        = ukuran sel kj

iii.       Komparasi Rataan antar Sel pada Baris yang Sama

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama adalah:


Dengan:

Fij-kj = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj

Xij   = rataan pada sel ij

Xkj  = rataan pada se kj

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi nij    = ukuran sel ij
nkj        = ukuran sel kj

e. Menentukan Daerah Kritik (DK) Dengan daerah kristik :
DK = { F | F > (q-1) Fα;q-1,N-pq }

DK = { F | F > (pq-1) Fα;pq-1,N-pq }

DK = {F | F > (pq-1) Fα;pq-1,N-pq}

f.  Menentukan keputusan uji untuk masing- masing komparasi ganda.

g.   Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang ada.

(Budiyono, 2004: 213)

Sumber : https://fitriakha.files.wordpress.com/2011/03/contoh-proposal-usulan-penelitian-kuantitatif.pdf

·         Jadi kesimpulan dari contoh diatas TKB milik kelompok kami adalah kualitatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar